28 July 2013

Jakarta Vertical Kampung: Penjaringan

Tanggal 25 Juni sampai 7 Juli 2013 saya mengikuti Jakarta Vertical Kampung di Erasmus Huis. Diinisiasi oleh SHAU dan didukung oleh Vidour serta lembaga, organisasi, dan media lain, workshop ini pada intinya adalah dalam rangka menggali ide-ide konseptual baru mengenai Perumahan Rakyat atau Social Housing. Secara spesifik, yang dimaksud adalah bagaimana menciptakan atau merevitalisasi suatu Rumah Susun, yang selain berorientasi horizontal juga berorientasi vertikal, dengan tetap melestarikan atau menghidupi suasana dan model ikatan sosial Kampung.

Tulisan kali ini membahas sekilas apa yang dihasilkan dari workshop tersebut, dengan menampilkan slide-slide presentasi final kelompok saya.



Area revitalisasi kelompok kami di Rusun Penjaringan terdiri dari 13 tower yang masing-masing dihuni oleh lebih kurang 100 keluarga, sehingga secara keseluruhan terdapat kira-kira 1300 keluarga. Berada tepat di pinggir jalan layang Tol Lingkar Dalam, posisinya sangat strategis dan potensial: Di tengah perkotaan yang padat penduduk, jaringan transportasi serta fasilitas umum dan sosial yang memadai, juga terdapat banyak pabrik, kantor, dan titik-titik perekonomian lain di sekitarnya.

Hal yang paling menarik di lokasi ini adalah situasi di mana kehidupan sosial warga terjalin dengan sangat baik hingga kita bisa mengatakan bahwa yang terjadi di sana adalah benar-benar suatu contoh dari "kampung di tengah kota" bahkan "kampung di dalam sebuah rusun". Hubungan antar warga yang satu dengan yang lainnya cenderung sangat hidup dan erat, saling membantu dan mengawasi, dan mengurus lingkungan bersama-sama. Di dalamnya bertumbuh banyak kantong-kantong ruang sosial informal yang dimiliki secara komunal, ada "lapisan-lapisan" teritori dan privasi, dan - meskipun berstatus sewa - warga telah memiliki "sense of belonging" yang kuat terhadap tempat hidupnya tersebut.

Situasi kehidupan sosial menyerupai Kampung tersebut bisa terjadi di dalam sebuah kompleks Rumah Susun diakibatkan terutama oleh dua faktor: Tata ruang dan kehidupan ekonomi yang mampu mengakomodirnya.

Tower-tower di Rusun Penjaringan ini berbentuk single loaded corridor, sehingga setiap deret unit memiliki koridornya sendiri yang dipisahkan oleh void memanjang di antara kedua deret yang berhadap-hadapan tersebut. Pada gilirannya, selain menjadi jalan bagi cahaya matahari dan aliran udara, void ini juga memberi ruang untuk terjadinya interaksi sosial antar unit, baik dengan tetangga sebelah, seberang, maupun diagonal. Hal-hal lain yang mendukung adalah lebar koridor yang memadai, adanya ruang-ruang positif yang bersifat terbuka untuk pemanfaatan secara informal, dan jarak antar tower yang memungkinkan terjadinya aktivitas sosial warga.

Perekonomian di Rusun Penjaringan terutama dihidupi dari dua sumber: Bekerja sebagai buruh pabrik atau menjadi pedagang kaki lima di daerah Jakarta Utara maupun di dalam kompleks Rusun itu sendiri. Aktivitas ekonomi di dalam kompleks Rusun inilah yang kemudian berjalin-jalinan, berinteraksi, dan bereaksi dengan lingkungan serta ruang fisiknya lalu membentuk suatu ekosistem yang menyerupai Kampung.

Ibu rumah tangga yang tidak bekerja di luar kompleks Rusun bekerja sambil mengurus anak di rumahnya, ada yang menerima orderan dari toko-toko atau pabrik, ada yang bekerja sebagai tukang cuci, ada yang membuka warung tepat di koridor depan pintu rumahnya. Selain ibu-ibu, warga yang lain pun cukup banyak yang membuka lapak: berjualan makanan, dari nasi uduk hingga roti goreng, atau pecel lele untuk makan malamnya, bahkan ada sebagian wilayah Rusun yang dikembangkan menjadi pasar tradisional non-permanen. Menyewa kios untuk membuka tempat pangkas rambut atau berjualan barang kelontong, atau berbagai macam barang, jasa, dan bahan pangan yang berguna untuk warga Rusun dan lingkungan sekitarnya.

Aktivitas perekonomian yang sangat heterogen dan berlangsung secara sporadis serta menyebar dengan gradasi yang lebar antara formal hingga informal inilah yang ikut menciptakan titik-titik aktivitas yang semakin mempererat hubungan dan ikatan sosial di dalam kompleks Rusun Penjaringan.

Ikatan sosial yang kuat dan menyerupai Kampung tersebut memberi nilai positif terhadap persepsi warganya terhadap ruang dan ekosistem kehidupan mereka. Maka ketika kelompok kami berkunjung dan mempelajari langsung Rusun Penjaringan, mayoritas warganya mengatakan bahwa pada dasarnya tidak ada masalah dengan lingkungan tempat tinggal mereka, tidak ada yang dirasa terlalu mengganggu: Everything is OK.

Tetapi secara rasional, juga berdasarkan perbandingan dengan standar yang diberikan oleh pemerintah, kita bisa mempelajari bahwa ada beberapa hal yang kurang di dalam lingkungan Rusun Penjaringan ini. Hal-hal tersebut, secara singkat, adalah menyangkut kelayakan dan kebersihan hidup warga, kurangnya fasilitas umum, fasilitas sosial, dan ruang terbuka umum, serta kurang kuatnya orientasi ekologis dari lingkungan.

Berdasarkan hal-hal di atas, kami menentukan objektif-objektif revitalisasi yang harus dilakukan, dengan berorientasi kepada usaha untuk melestarikan ikatan dan hubungan sosial yang bersifat Kampung yang telah hidup di ekosistem Rusun Penjaringan. Kompleks Rusun ini juga memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan lagi menjadi lebih padat dan lebih hidup lagi, karena posisinya di tengah daerah perkotaan dan fasilitas lingkungannya yang tergolong sudah sangat memadai.

Selain itu, memperpadat atau bahkan memperluas kompleks Rusun ini adalah langkah yang sangat masuk akal, karena saat ini telah terjadi apa yang saya istilahkan sebagai "hidden density", yaitu keadaan di mana satu unit rumah bisa dihuni lebih dari satu keluarga. Diperlukan lebih banyak lagi unit-unit baru yang bisa menampung penghuni di lokasi yang sangat baik seperti Rusun Penjaringan.

Karena keterbatasan luas lahan, tindakan memperpadat tentu saja akan berkonsekuensi penambahan jumlah lantai, pengembangan secara vertikal. Sementara telah kita ketahui pula bahwa pola pengembangan hunian yang bersifat vertikal pada umumnya cenderung mematikan potensi ikatan & hubungan sosial yang baik di antara warganya. Oleh karena itu, perancangan yang akan dilakukan pun harus berupaya untuk "mendamaikan" vertikal dan horizontal.

Berikutnya adalah persoalan kebersihan dan kelayakan ruang hidup kompleks Rusun. Kami menganalisanya secara materialis: Bahwa adalah tidak masuk akal untuk mengharapkan sekelompok orang untuk hidup bersih dan layak hanya dengan cara memberikan tempat yang bersih dan layak saja, karena bersih dan layak memerlukan biaya, untuk menciptakannya, untuk menjaganya, untuk meningkatkannya. Oleh karena itu, apa yang kami usulkan untuk meningkatkan kebersihan dan kelayakan hidup warga kompleks Rusun adalah dengan cara meningkatkan kondisi ekonomi mereka.

Seperti sudah sedikit dibahas di bagian awal, sumber pendapatan utama mereka saat ini adalah dari bekerja atau berdagang di luar lingkungan Rusun, atau berdagang di dalam lingkungan Rusun dengan penjual dan pembeli yang berasal dari dalam lingkungan Rusun itu sendiri. Kesempatan untuk meningkatkan perekonomian berada pada menciptakan aktivitas-aktivitas ekonomi baru yang mengundang warga dari luar lingkungan Rusun untuk masuk ke dalam lingkungan Rusun dan memberikan warga Rusun keuntungan dari aktivitas ekonomi tersebut, dan untuk terjadinya hal tersebut mereka memerlukan space & chance: Ruang yang memberikan mereka kesempatan untuk melakukan dan mengembangkan aktivitas ekonomi.

Hal lain yang harus dilakukan adalah menciptakan ruang-ruang baru, baik secara formal maupun informal, untuk publik, untuk fasilitas umum & sosial, dan ruang-ruang fungsional ekologis.

Semua objektif-objektif arsitektural tersebut dirangkai dalam usaha untuk melestarikan ikatan dan hubungan sosial yang bersifat Kampung: Suatu ekosistem dengan fleksibilitas spatial, yang memiliki kesempatan untuk berkembang secara organik, yang memberikan kesempatan kepada penghuninya untuk memodifikasi dan mempengaruhi lingkungannya, berorientasi kepada jalan, penggunaan ruang secara kolektif dan komunal.



Untuk menjalankan objektif-objektif arsitektural yang telah ditetapkan, kami memutuskan untuk mencoba mengembangkan metode partisipatif, dengan alasan-alasan sebagai berikut:

  1. Rusun Penjaringan adalah suatu kompleks hunian yang telah padat penghuni. Sudah jelas siapa yang akan menempati Rusun yang direvitalisasi dan dikembangkan ini nantinya, sudah diketahui keinginan dan kebutuhannya, ada banyak sekali pengetahuan kolektif yang bisa digali dari warga yang telah secara nyata menghuni Rusun ini. Sebagian besar dari warga ini bahkan telah tinggal di sana selama lebih dari dua puluh tahun, atau bahkan di kampung di lokasi yang sama sejak kompleks Rumah Susun itu sendiri belum dibangun.
  2. Pendekatan partisipatif, sama seperti bagaimana Kampung berkembang dan hidup, akan memberikan kesempatan warga untuk mempengaruhi, memodifikasi, dan merancang sendiri lingkungan hidupnya.
  3. Kesempatan untuk mempengaruhi, memodifikasi, dan merancang sendiri lingkungan hidupnya pun sejalan dengan kebutuhan dasar dari manusia sebagai territorial animal, yang perlu untuk memberi "tanda" kepada ruang hidupnya untuk bisa menumbuhkan sense of belonging, baik secara individual maupun komunal.
  4. Dan alasan terakhir, yang sebenarnya adalah yang terpenting, adalah fakta bahwa yang sedang kita bicarakan adalah rumah mereka.

Langkah pertama kali memasukki proses perancangan adalah dengan cara menciptakan suatu basic system terlebih dahulu. Hal ini akan menjadi poros dan mengikat pola partisipatif yang akan dilakukan, sehingga menciptakan suatu ide yang kami sebut sebagai "controlled flexibility".

Pasar yang telah ada kami kembangkan, dan kami sisipkan lagi ruang-ruang baru untuk dimanfaatkan sebagai pasar, sehingga membentuk aksis yang menghubungkan daerah-daerah padat penduduk di sekitarnya.

Untuk menambah daya tarik terhadap lingkungan, kami tambahkan atau kembangkan fasilitas-fasilitas sosial yang bisa digunakan baik oleh warga Rusun maupun warga lingkungan sekitar: Masjid, klinik, PAUD, lapangan olah raga, taman bermain, taman, balai warga, dan lain-lain.

Berikutnya, selain memperkuat sarana sirkulasi vertikal konvensional yang telah ada, kami menciptakan sarana sirkulasi utama dengan cara mengembangkan jalan-jalan horizontal menjadi vertikal dalam bentuk ramp yang kemudian menghubungkan semua blok di dalam kompleks Rusun Penjaringan menjadi suatu kesatuan ekosistem.

Ramp ini akan memiliki lebar 600 cm dan dengan derajat kecuraman yang rendah, sehingga bisa digunakan juga untuk sirkulasi sepeda, gerobak, atau bahkan sepeda motor. Untuk mengangkut barang, berjualan keliling, atau setidaknya akan bermanfaat sebagai ruang publik warga.

Sarana sirkulasi utama ini akan bertindak sebagai penghubung titik-titik ekonomi di berbagai tempat di dalam ekosistem, generator aktivitas warga, dan pengikat sosial yang berorientasi pada jalan.

Berikat-ikatan dengan pasar, sirkulasi vertikal, dan sirkulasi ramp yang telah direncanakan, maka kami renggangkan secara vertikal rencana tersebut, sehingga fasilitas-fasilitas yang bisa diposisikan tidak di permukaan tanah bisa terangkat ke atas untuk lebih menghemat lahan di permukaan tanah dan untuk lebih memperkuat lagi arus sirkulasi vertikal warga. Hasilnya, kami menempatkan sebagian dari lapangan olah raga, beberapa ruang serba guna, serta parkir motor & sepeda tidak di permukaan tanah melainkan tersebar di beberapa level ketinggian.

Setelah basic system terencana, berikut ini adalah ide kami untuk menciptakan suatu sistem partisipatif yang fleksibel namun terkontrol:

Kami mulai dengan membangun sistem grid yang akan membuat sirkulasi vertikal, ramp, dan fasilitas-fasilitas lainnya berada di dalam, in-between - grid.

Arsitek akan mengontrol dan memimpin pengembangan dari sarana tempat tinggal, ruang sosial, serta berbagai keperluan dan ide lain - di dalam grid. Sementara warga Rusun, sebagai owner, dengan asistensi dari arsitek bisa menentukan: apa, di mana, dan bagaimana ekosistem mereka mau terbentuk.

Akan ada banyak sekali hal yang harus dipertimbangkan, didengarkan, dicoba, dan dipelajari oleh warga bersama arsiteknya, namun akan ada banyak sekali pula kesempatan untuk mengembangkan suatu kompleks hunian yang berada di tengah kota namun dengan pola pengembangan organik dan kehidupan sosial yang menyerupai sifat Kampung, juga menciptakan dan menempatkan ruang-ruang hidup, ruang individual, dan ruang komunal sesuai dengan kebutuhan dan sebaik-baik yang bisa didapatkan oleh warga.



Melalui model pengembangan yang kami lakukan, warga bersama arsiteknya bisa mengatur posisi, dimensi, tingkat kepadatan, arah bukaan, dan orientasi dari ruang-ruang yang mereka butuhkan untuk sejauh-jauhnya mengusahakan kelayakan dan kesesuaian bentuk terhadap iklim. Melalui berbagai pertimbangan tersebut, keseluruhan ekosistem Rusun bisa dibentuk menjadi suatu kompleks besar yang berpori-pori dan beruang-ruang seperti spons, membiarkan sinar matahari dan udara bersih masuk mempenetrasi blok-blok ruang yang tersusun di dalam grid.

Aspek kesesuaian iklim ini kami sempurnakan lebih jauh dengan meningkatkan kondisi dan peran ekologis dari kompleks Rusun Penjaringan. Dengan pola pengembangan yang kami lakukan, ada banyak ruang di permukaan tanah yang bisa dikosongkan dan diangkat beberapa level ke atas permukaan tanah, ruang yang tercipta di permukaan tanah ini bisa digunakan untuk tujuan-tujuan ekologis. Beberapa hal yang kami programkan di kompleks Rusun ini antara lain: Pengelolaan sampah terintegrasi yang melibatkan sistem Bank Sampah dan jalur-jalur sirkulasi yang memadai di dalam dan di sekeliling kompleks, buffering lingkungan menggunakan tanaman mangrove yang mengelilingi kompleks, taman produktif dan taman hias.

Selain dari posisi-posisi yang memang telah direncanakan untuk dijadikan taman, dengan terciptanya banyak sekali ruang terbuka baru di sekitar ruang hidup warga, maka bertumbuh pula potensi untuk munculnya penghijauan-penghijauan baru yang dilakukan baik secara pribadi maupun komunal oleh warga.

***

Kurang-lebih demikianlah konsep revitalisasi yang diajukan oleh kelompok saya di workshop Jakarta Vertical Kampung.

Kompleks Rusun Penjaringan kami pandang sebagai suatu ekosistem dengan keseluruhan aspeknya: Ekonomi, sosial, fisik, iklim, dan ekologis.

Di ekosistem ini arsitek akan menjadi konduktor yang mengorkestrasi warganya secara komunal dan kolektif.



Catatan: Kelompok Penjaringan terdiri dari Yugo Phurbojoyo, Adella Reza, Lela Alifah Rahmi, dan Putu Amitasari, dengan dimentori oleh Yusing dan Ivan Kurniawan Nasution.






No comments:

Post a Comment

Popular Nonsensical Matters