11 Januari 2008
Aku mencintai kehidupan,
aku mencintai kemanusiaan.
Dan aku pencinta kemanusiawian, pengagum dan pemuja manusia. Seutuhnya
dengan segala sifatnya, dengan segala kekayaan jiwanya yang tak
terkatakan dan tak terlukiskan. Seluruh kedalaman dan kedangkalannya,
keagungan dan kekerdilannya; hatinya, imajinasinya, mimpi-mimpinya.
Kedarah-dagingan ini.
Kesenangan, kebahagiaan, kesedihan, kekecewaan, birahi, cinta, hasrat,
nafsu, air mata, keegoisan, kepicikan, penolakan, simpati, antipati,
kebencian, dendam, kemarahan, murka.
Begitu banyak kemungkinan yang terkandung di dalam tiap potong diri,
melampaui dirinya sendiri, melampaui logika yang terukur, melampaui
setiap batasan realitas. Begitu cantiknya makhluk ini!
Betapa ia dengan tulus mengasihani seorang hampir mampus yang telah
membantai ratusan ribu nyawa, ketika ia akan menjadi begitu murka bila
secuil hatinya tersinggung.
Betapa ia di satu waktu akan meledak-ledak dalam kemurkaan bagai gunung
berapi, dan di waktu lainnya tertidur pulas penuh kedamaian bagai
genangan air sesudah hujan di sore hari.
Betapa ia dapat membuat dunia ini bukan main personal dan subjektif
baginya, lalu membuat sepotong paku menjadi sesuatu yang universal dan
objektif, untuk kemudian membuat paku yang lain lagi menjadi begitu
politis dan mistis.
Betapa ia akan mengorbankan seisi alam semesta demi setetes nafsu dan
ambisinya, sementara merelakan diri dengan penuh ikhlas diperkacung oleh
sebatang nikotin.
Betapa ia dalam nama cinta akan dengan mudah membinasakan apapun yang
dikehendakinya, memporak-porandakan segalanya dalam kebencian dan
dendam; agar setelah itu dapat ia nikmati manis dan lembutnya kehidupan
dengan damainya di atas bangkai-bangkai kurbannya.
Betapa ia bisa menjadikan sebongkah batu sebagai penentu kehidupan di
muka bumi, betapa ia mampu menciptakan keagungan-keagungan yang tak
terpikirkan, betapa imajinasinya begitu liar membentang begitu luas
hingga relung-relung tergelap di mana ia ciptakan tuhan-tuhannya
sendiri.
Betapa ia telah begitu jauh menaklukkan alam, meneteskan keringatnya
pada tiap bagian dunia ini, menyingkap rahasia demi rahasia, menjawab
pertanyaan demi pertanyaan, hanya untuk kembali pulang lagi dalam
kontemplasi, sujud, dan kepasrahannya pada keping demi keping rahasia
yang tersisa.
Betapa ia, makhluk yang lemah dan ringkih ini, telah melampaui kebuasan
jenis apapun, kekejaman manapun, kebiadaban seisi dunia, kebrutalan
ternista, dan menghadirkan neraka-neraka terkeji di seantero jagat;
tetapi ia juga yang telah membangun cinta-cinta dari yang paling murahan
level sinetron hingga yang tersuci di dalam kemanusiaannya.
Betapa ia, sang darah-daging ini, yang telah membentuk dunia sesuai
impian-impian vulgarnya, mengobrak-abriknya sekehendak tetes demi tetes
mani, melumatnya dalam kehancuran fatal demi kesenangan-kesenangan
cabul; dan betapa hanya ia, makhluk yang miskin ini, yang memiliki
kesadaran, harapan, cita-cita, keyakinan, kepercayaan, dan tujuan; yang
mampu mengubah kelaknatan jenisnya sendiri.
Betapa ia, dan hanya ia, anak-anak manusia dengan sejarah yang
berdarah-darah ini, mampu mengungkap kemanusiaannya, menyadari jenisnya,
menciptakan impian-impian bersama, berjanji tentang masa depan yang
lebih baik, bekerjasama, mengucap persaudaraan umat manusia.
Betapa! Dia: manusia dengan kemanusiawian seutuhnya, begitu cantik dan mempesona; puncak mahakarya teragung alam kehidupan.
24 December 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Popular Nonsensical Matters
-
Coba lihat gambar ini. Ini adalah sebuah gambar yang sangat layak untuk dihiasi dengan komentar berbunga. Bunga-bunga yang indah, yang se...
-
We can't expect high density development in our suburbs because sprawling is an inherent trait of Indonesian new town development. Indon...
-
In The Batavia Series we will use historical maps to explore the spatial developments of Indonesian capital, Jakarta, from its founding ...
-
Have you ever being in a car that passes through a narrow strip of street where people seems to have low sensitivity of the presence of vehi...
-
A mother and a daughter worked tirelessly, day and night, against all weather, against their pain. They stacked stone block one after anothe...
-
The lines on his serene face silently tell, there were many things that the old man had endured in life. His soft smile tells that he foug...
-
I overheard the sky said to the sun, "look at the trees. They seem chaotic but they are very logical. Now look at them, the human anima...
-
Hidden beneath the rocks and behind the thickness of the leaves and roots, the Water Spring asked, "Who am I?" The Earth replied, ...
-
Every single evening of every single day, the old man would sit on the same chair by the window for hours. Every single evening of every sin...
-
This article will be a simple causality exploration of why (some) public spaces in Jakarta are (still) ugly, in this case the river. Common ...
No comments:
Post a Comment