05 Januari 2005
Ia, orang tua itu selalu duduk di sana. Di depan pos jaga petugas keamanan, di atas sebuah kursi di samping sebuah pohon yang juga selalu berada di sana. Sejak pagi hingga sore ketika hari mulai gelap ia akan selalu berada di sana, makan dan minum ia lakukan di sana, juga kadang tertidur di kursinya yang juga telah tua. Dulu sewaktu ia masih muda dan kuat ia memang juga anggota petugas keamanan di kotanya, sehari-hari ia habiskan di dalam pos jaga yang hingga kini - lama setelah ia pensiun - masih juga ia tunggui. Tidak ada yang terganggu karena kehadirannya, tidak juga dengan petugas-petugas keamanan yang baru - yang telah berganti generasi beberapa kali. Seperti pohon yang tumbuh di samping pos jaga itu, tidak ada yang aneh dengan kehadirannya di sana, selayaknya ia memang sudah seharusnya berada di sana.
Ketika beberapa orang mulai berkumpul di sekitarnya, biasanya ketika waktu istirahat siang untuk orang-orang yang bekerja di sekitar sana, atau pergantian jam jaga, ia akan menerawang dan menyalakan rokok kreteknya. Maka mulailah ia bercerita. Cerita yang sama dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, hingga tidak ada yang benar-benar tahu pasti sejak kapan ia ceritakan cerita yang selalu sama tersebut. Mungkin hanya kursi tuanya dan pohon di samping pos jaga yang mengetahuinya - walaupun tak ada yang benar-benar ingin mengetahuinya - yang sayang tak dapat memberitahukan hal itu.
Pada waktunya ia bercerita, orang-orang pun akan mendengarkan seperti mereka belum pernah mendengarkan cerita yang pada kenyataannya telah mereka dengarkan setiap hari. Tidak ada merasa bosan, dan tidak ada yang pernah protes dengan ceritanya yang selalu sama, karena layaknya kursi dan pohon di tempatnya masing-masing - yang selalu dan tidak pernah tidak hadir - cerita yang ia sampaikan pun adalah bagian dari tempat itu.
Orang-orang akan meninggalkannya satu per satu ketika ceritanya telah selesai, kembali ke pekerjaannya semula, kembali ke pos jaganya, atau apapun lainnya. Dan ia pun akan kembali meneruskan renungannya, atau tertidur di atas kursi tuanya, untuk kembali akan bercerita ketika orang-orang berkumpul di sekitarnya, entah besok, entah beberapa jam atau beberapa menit kemudian. Dan seperti itu terus sepanjang minggu dan sepanjang tahun.
Ia memang tak punya keluarga, tanpa istri dan anak, orang tuanya telah meninggal sejak ia masih kanak-kanak; sama sekali tanpa keluarga lainnya. Ia tinggal sendirian di sebuah rumah kecil tak jauh dari pos jaga, hidup dari tanggungan uang pensiun, dan tidak ada apapun yang dikerjakannya setiap hari - selain menceritakan hal yang sama; di atas kursi tuanya, di depan pos jaga, di samping pohon. Hingga suatu ketika, orang tua itu ditemukan telah meninggal ketika sedang tertidur di sore hari yang cerah dan kuning. Tidak ada yang kaget karenanya, pun tidak ada kesedihan yang terasa.
Pemakamannya dihadiri oleh orang-orang yang biasa mendengarkan ceritanya. Salah seorang dari mereka - yang tertua di antara mereka - membacakan sebuah pidato perpisahan, tetapi karena tidak ada apapun yang benar-benar diketahui orang tentang dirinya, maka setelah menceritakan apa yang sedikit diketahuinya tentang orang tua itu, ia lanjutkan dengan bercerita tentang apa yang selama ini selalu mereka dengarkan dari orang tua yang telah mati.
Setelah hari pemakaman, kursi tua di depan pos jaga tidak menjadi kosong. Seseorang telah duduk di sana menggantikan orang tua sebelumnya, seseorang yang membacakan pidato perpisahan di hari sebelumnya di pemakaman. Pohon dan kursi tua tetap di tempatnya, seseorang yang baru pun telah duduk di atasnya. Sejak hari itu, ia, sambil duduk di atas kursi tua itu, akan bercerita tentang seseorang yang telah mati, yang hampir separuh dari masa kehidupannya dihabiskan untuk duduk di atas tempatnya ia sekarang duduk, dan menceritakan hal yang sama setiap hari, setiap minggu, setiap tahun.
Lalu cerita itu; cerita yang sama seperti cerita yang dahulu selalu diceritakan oleh orang tua yang telah mati, terus tetap terdengar setiap hari, setiap minggu, setiap tahun. Dan orang-orang pun tetap mendengarkannya.
16 August 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Popular Nonsensical Matters
-
Coba lihat gambar ini. Ini adalah sebuah gambar yang sangat layak untuk dihiasi dengan komentar berbunga. Bunga-bunga yang indah, yang se...
-
We can't expect high density development in our suburbs because sprawling is an inherent trait of Indonesian new town development. Indon...
-
In The Batavia Series we will use historical maps to explore the spatial developments of Indonesian capital, Jakarta, from its founding ...
-
Have you ever being in a car that passes through a narrow strip of street where people seems to have low sensitivity of the presence of vehi...
-
A mother and a daughter worked tirelessly, day and night, against all weather, against their pain. They stacked stone block one after anothe...
-
The lines on his serene face silently tell, there were many things that the old man had endured in life. His soft smile tells that he foug...
-
I overheard the sky said to the sun, "look at the trees. They seem chaotic but they are very logical. Now look at them, the human anima...
-
Hidden beneath the rocks and behind the thickness of the leaves and roots, the Water Spring asked, "Who am I?" The Earth replied, ...
-
Every single evening of every single day, the old man would sit on the same chair by the window for hours. Every single evening of every sin...
-
This article will be a simple causality exploration of why (some) public spaces in Jakarta are (still) ugly, in this case the river. Common ...
No comments:
Post a Comment