Kapitalisme di abad ke-19 berbeda dengan Kapitalisme hari ini di abad ke-21. Di masa lampau kepemilikan akan kapital, modal dan alat produksi, masih benar-benar terkonsentrasi pada segelintir elit dan lingkaran keluarganya, sehingga masuk akal untuk mempertentangkan secara frontal kedua kelas utama yang hidup di dalam masyarakat; 'Proletar' melawan 'Kapitalis': Orang-orang tanpa kepemilikan atas alat produksi dan hidup dari upah, melawan para pemilik modal dan alat produksi.
Di abad ini, hanya kelas menengah dengan toko-toko dan industri rumahan setengah-besarnya saja yang masih menguasai Kapital sendirian bersama keluarganya.
Sementara dalam hal Kapital sebagai modal maha-besar dan alat produksi industri masal, situasinya telah sedikit berubah. Kepemilikan atas kapital telah dipecah-pecah dalam bentuk saham, di mana kepemilikannya merentang dari keluarga pemilik, dewan komisaris, direksinya, para rekanan, para manajer, bahkan kadang dibagikan pula hingga ke level staf untuk menumbuhkan 'sense of belonging' terhadap perusahaan. Lebih megah lagi adalah dalam hal perusahaan-perusahaan yang telah 'go public'; melalui pasar saham, kepemilikan atas kapital dan alat produksi telah dipecah ke ribuan atau bahkan berjuta-juta perseorangan, perusahaan lain, institusi, badan hukum, negara, profesional, pengangguran, pensiunan, ibu rumah tangga, bahkan dimiliki pula oleh orang-orang yang tidak merasa memilikinya sejak sebagian dari saham tersebut dikuasai oleh pengelola mutual-fund yang mendapatkan kemampuan membelinya dari dana yang dititipkan.
Jika kepemilikan sama dengan kemampuan untuk mengendalikan, maka pada dasarnya tiada siapa pun yang dapat mengendalikan berjuta gelembung-gelembung kapital ini. Direktur, dewan direksi, presiden direktur, dan seluruh orang yang bekerja di bawahnya hanyalah orang-orang yang dibayar untuk misi yang disepakati oleh seluruh pemilik saham. Ia akan seketika kehilangan pekerjaannya mana kala secara sengaja atau tidak sengaja menentang misi tersebut.
Bahkan kepemilikan mayoritas pun hanya berarti potensi hasil yang lebih besar, sama sekali tidak berarti kendali penuh atas apa yang dimilikinya. Kemampuannya untuk menjaga nilai dan volume kepemilikannya bergantung pada kesetiaannya pada misi bersama seluruh pemilik lainnya. Bahkan sering kali pemilik mayoritas tersebut bukanlah individu manusia, melainkan sekumpulan kapital lain lagi berbentuk suatu badan hukum perusahaan, yang juga dimiliki oleh entitas-entitas yang tak kalah tercerai-berainya. Dua, tiga, sepuluh, ribuan, berpuluh-beratus ribu entitas gelembung kapital yang ada di muka bumi memecah-mecah kepemilikan atas dirinya dalam pola ini; dimiliki oleh banyak sekali manusia yang berbeda dan saling memiliki satu sama lain.
Jika setiap lembar saham yang mewakili secuil kecil kepemilikan atas seluruh kapital di muka bumi adalah sama dengan harapan akan keuntungan; maka seluruh gelembung kapital, dengan kehidupannya yang saling-sengkarut, dengan setiap entitas yang terlibat di dalamnya telah saling kunci-mengunci satu sama lain dan tidak ada siapa pun yang berkuasa atasnya.
Kapital hidup dengan tujuan, keinginan, dan pikirannya sendiri yang terpisah dari pemiliknya. Monster maha besar yang dingin, tak berhati, sangat rasional dan logis, dengan obsesi tak terhingga bak seorang maniak, dengan segala cara, dengan manipulatif dan kepalsuan psikopat, mengabdikan seluruh waktu dan tenaganya untuk tujuan keberadaan dirinya sejak awal mula hingga hari ini: Profit.
Di hari ini, telah menjadi tidak masuk akal lagi untuk menyebut dan menunjuk hidung 'Kapitalis'. Sejak seluruh orang telah diperbudak oleh hasil kerjanya sendiri, hari ini sama sekali bukan lagi tentang orang melawan orang, Proletar melawan Kapitalis, melainkan sepenuh-penuhnya semua orang melawan sistem dan struktur yang menindas dan mengeksploitasinya.
08 June 2016
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Popular Nonsensical Matters
-
Coba lihat gambar ini. Ini adalah sebuah gambar yang sangat layak untuk dihiasi dengan komentar berbunga. Bunga-bunga yang indah, yang se...
-
We can't expect high density development in our suburbs because sprawling is an inherent trait of Indonesian new town development. Indon...
-
In The Batavia Series we will use historical maps to explore the spatial developments of Indonesian capital, Jakarta, from its founding ...
-
Have you ever being in a car that passes through a narrow strip of street where people seems to have low sensitivity of the presence of vehi...
-
A mother and a daughter worked tirelessly, day and night, against all weather, against their pain. They stacked stone block one after anothe...
-
The lines on his serene face silently tell, there were many things that the old man had endured in life. His soft smile tells that he foug...
-
I overheard the sky said to the sun, "look at the trees. They seem chaotic but they are very logical. Now look at them, the human anima...
-
Hidden beneath the rocks and behind the thickness of the leaves and roots, the Water Spring asked, "Who am I?" The Earth replied, ...
-
Every single evening of every single day, the old man would sit on the same chair by the window for hours. Every single evening of every sin...
-
This article will be a simple causality exploration of why (some) public spaces in Jakarta are (still) ugly, in this case the river. Common ...
No comments:
Post a Comment