Alkisah di suatu negeri antah-berantah, emas dalam bentuk murni berserakan berceceran tumpah ruah berlimpah di semua tempat, di setiap pelosok dan pojok muka bumi seperti kerikil, berkilauan tak terbungkus bebatuan dan tidak terpendam jauh di dalam perut bumi.
Di negeri tersebut, niscaya tidak ada orang yang mau membayar untuk mendapatkan emas.
Betapapun bergunanya emas; sekalipun seandainya ia dapat dimakan atau menjadi bahan bakar, selama setiap orang tinggal memungut dari depan mukanya ketika ia butuh seberapa banyak pun, maka tak ada nilai yang bisa dikenakan kepadanya dan tak ada orang yang bisa menjualnya kepada orang lain untuk sesuatu harga.
Tetapi jika ada sedikit saja jarak memisahkan aktivitas konsumsi dari timbunan emas tersebut, artinya dibutuhkan pemindahan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya, atau ketika emas dibutuhkan dalam jumlah yang banyak melampaui ketersediaan di depan mata secara langsung, atau ketika dibutuhkan sebentuk pengolahan yang paling sederhana sebelum emas ini siap dipergunakan, dan ketika pemindahan, pengumpulan, serta pengolahan tersebut membutuhkan pengalokasian waktu dan tenaga secara khusus; maka baru saat itulah emas memiliki nilainya.
Emas - yang berlimpah berserakan - yang pada awalnya tidak memiliki nilai tersebut, seketika memiliki nilai manakala untuk mendapatkannya diperlukan kerja. Adalah kerja yang memberi nilai pada suatu benda, sama sekali bukan kegunaannya maupun kelangkaannya.
Kegunaan tidak menambah nilai suatu benda, melainkan hanya memvalidasi kerja yang dikenakan padanya, apakah layak untuk dikerjakan dan diberi nilai tambah. Meskipun kegunaan suatu benda sangat tinggi, seperti emas di negeri antah berantah yang juga dapat dimakan dan dijadikan bahan bakar, jika benda tersebut bisa didapatkan dengan sangat mudah dalam jumlah tak terhingga, maka tidak ada nilai yang dikenakan kepadanya. Sementara emas di dunia ini, yang di masa lampau nilai kegunaannya hanya untuk elemen artistik belaka, nilainya tetap sangat tinggi.
Sementara kelangkaan suatu benda di alam, seperti kelangkaan emas di dunia nyata kita, hanyalah berarti kesulitan yang lebih tinggi untuk mendapatkannya, kerja yang lebih banyak untuk mendapatkannya. Ia berada di dalam perut bumi, tertutup batuan, dan tidak dalam kondisi murni. Manusia perlu mencari lokasi yang memiliki kandungan emas, menggali tanah dan bebatuan, mengumpulkannya, memecah bebatuan tersebut, memecah lagi menjadi lebih kecil, mengumpulkan serpihan-serpihan emas dalam jumlah sangat kecil, lalu meleburnya, memurnikannya, lalu mencetaknya, lalu mengirimnya.
Dan kerja yang terkandung di dalam suatu barang bertambah banyak pula manakala digunakan alat-alat, mulai dari yang paling sederhana seperti cangkul dan beliung hingga yang sendirinya merupakan hasil kerja yang berlapis-lapis seperti mesin.
Semakin banyak kerja yang diperlukan untuk mempersiapkan sesuatu benda hingga ke bentuk dan kondisinya saat ini, maka semakin tinggi pula nilainya.
Nilai adalah kerja. Nilai adalah keringat yang membeku.
21 November 2016
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Popular Nonsensical Matters
-
Coba lihat gambar ini. Ini adalah sebuah gambar yang sangat layak untuk dihiasi dengan komentar berbunga. Bunga-bunga yang indah, yang se...
-
We can't expect high density development in our suburbs because sprawling is an inherent trait of Indonesian new town development. Indon...
-
In The Batavia Series we will use historical maps to explore the spatial developments of Indonesian capital, Jakarta, from its founding ...
-
Have you ever being in a car that passes through a narrow strip of street where people seems to have low sensitivity of the presence of vehi...
-
A mother and a daughter worked tirelessly, day and night, against all weather, against their pain. They stacked stone block one after anothe...
-
The lines on his serene face silently tell, there were many things that the old man had endured in life. His soft smile tells that he foug...
-
I overheard the sky said to the sun, "look at the trees. They seem chaotic but they are very logical. Now look at them, the human anima...
-
Hidden beneath the rocks and behind the thickness of the leaves and roots, the Water Spring asked, "Who am I?" The Earth replied, ...
-
Every single evening of every single day, the old man would sit on the same chair by the window for hours. Every single evening of every sin...
-
This article will be a simple causality exploration of why (some) public spaces in Jakarta are (still) ugly, in this case the river. Common ...
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBener juga. Ternyata gak berhenti di "Langka".
ReplyDelete